Kamis, 19 April 2012

Askep Reumatoid Artritis

Askep Reumatoid Artritis


Pengertian

Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.(Susan Martin Tucker.1998)

Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh. (Arif Mansjour. 2001)

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248).


Etiologi

Penyebab pasti reumatod arthritis tidak diketahui. Biasanya merupakan kombinasi dari faktor genetic, lingkungan, hormonal dan faktor system reproduksi. Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri, mikoplasma dan virus (Lemone & Burke, 2001).

Penyebab utama kelainan ini tidak diketahui. Ada beberapa teori yang dikemukakan mengenai penyebab artritis reumatoid, yaitu :

1. Infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus
2. Endokrin
3. Autoimun
4. Metabolik
5. Faktor genetik serta faktor pemicu lainnya.

Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.


Manifestasi Klinis

Pola karakteristik dari persendian yang terkena :

1. Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
2. Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
3. Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
4. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
5. Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Gambaran Ekstra-artikular :

1. Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia.
2. Fenomena Raynaud.
3. Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.

Rheumatoid arthritis ditandai oleh adanya gejala umum peradangan berupa :

1. demam, lemah tubuh dan pembengkakan sendi.
2. nyeri dan kekakuan sendi yang dirasakan paling parah pada pagi hari.
3. rentang gerak berkurang, timbul deformitas sendi dan kontraktur otot.
4. Pada sekitar 20% penderita rheumatoid artritits muncul nodus rheumatoid ekstrasinovium. Nodus ini erdiri dari sel darah putih dan sisia sel yang terdapat di daerah trauma atau peningkatan tekanan. Nodus biasanya terbentuk di jaringan subkutis di atas siku dan jari tangan.


Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.

Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.


Pengkajian

1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.
Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
Tanda : Malaise
Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.

2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).

3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.
Keputusan dan ketidakberdayaan ( situasi ketidakmampuan )
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).

4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia
Kesulitan untuk mengunyah
Tanda : Penurunan berat badan
Kekeringan pada membran mukosa.

5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan

6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris

7. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi ).

8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.

9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.


Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

2. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal,
Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.


Intervensi

Diagnosa keperawatan 1 :

Nyeri akut/kronis berhubungkan dengan : agen pencedera; distensi jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

Kriteria Hasil:

* Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
* Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
* Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
* Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.


Intervensi Keperawatan :

* Kaji nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program

* Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
R/Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri

* Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
R/ Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi

* Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi

* Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
R/ Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan.

* Berikan masase yang lembut
R/meningkatkan relaksasi/ mengurangi nyeri

* Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
R/ Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping.

* Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
R/ Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.

* Beri obat sebelum aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
R/ Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.

* Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.

* Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
R/ Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut


Diagnosa Keperawatan 2:

Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan: Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan, Intoleransi aktivitas, penurunan kekuatan otot.

Kriteria Hasil

* Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya/ pembatasan kontraktur.
* Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
* Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.


Intervensi :

* Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
R/ Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi.

* Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
R/ Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan.

* Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan.
R/ Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.

* Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan/ bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze
R/ Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.

* Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
R/ Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor.

* Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
R/ Mencegah fleksi leher.

* Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan R/ Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.

* Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
R/ Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.

* Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
R/ Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat.

* Kolaborasi: Berikan matras busa/ pengubah tekanan.
R/ Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas.

* Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
R/ Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut.



askep
asuhan keperawatan
kumpulan askep
kumpulan asuhan keperawatan
Kumpulan Asuhan Keperawatan
Askep BBLR
Askep Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah


Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

Pengertian

Berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan pada saat kelahiran kurang dari 2500 gr atau lebih rendah (WHO, 1961).

Dalam hal ini dibedakan menjadi :

1. Prematuritas murni
Yaitu bayipada kehamilan < 37 minggu dengan berat badan sesuai.

2. Retardasi pertumbuhan janin intra uterin (IUGR)
Yaitu bayi yang lahir dengan berat badan rendah dan tidak sesuai dengan usia kehamilan.


Etiologi

Penyebab kelahiran prematur tidak diketahui, tapi ada beberapa faktor yang berhubungan, yaitu :

1. Faktor ibu
* Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diaatas 35 tahun
* Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
* Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok

2. Faktor kehamilan
* Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
* Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini

3. Faktor janin
* Cacat bawaan, infeksi dalam rahim

4. Faktor yang masih belum diketahui


Komplikasi

* Sindrom aspirasi mekonium, asfiksia neonatorum, sindrom distres respirasi, penyakit membran hialin
* Dismatur preterm terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
* Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriosus, perdarahan ventrikel otak
* Hipotermia, Hipoglikemia, Hipokalsemia, Anemi, gangguan pembekuan darah
* Infeksi, retrolental fibroplasia, necrotizing enterocolitis (NEC)
* Bronchopulmonary dysplasia, malformasi konginetal


Penatalaksanaan

* Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen
* Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
* Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup
* Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat.


Diagnosa Keperawatan Yang Muncul

1. Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

2. Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

3. Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat.



Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1 :
Pola nafas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ekspansi paru

Tujuan :
Pola nafas yang efektif

Kriteria Hasil :

* Kebutuhan oksigen menurun
* Nafas spontan, adekuat
* Tidak sesak.
* Tidak ada retraksi

Intervensi

* Berikan posisi kepala sedikit ekstensi
* Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
* Observasi irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan



Diagnosa Keperawatan 2 :
Gangguan pertukaran gas b/d kurangnya ventilasi alveolar sekunder terhadap defisiensi surfaktan

Tujuan :
Pertukaran gas adekuat

Kriteria :

* Tidak sianosis.
* Analisa gas darah normal
* Saturasi oksigen normal.

Intervensi :

* Lakukan isap lendir kalau perlu
* Berikan oksigen dengan metode yang sesuai
* Observasi warna kulit
* Ukur saturasi oksigen
* Observasi tanda-tanda perburukan pernafasan
* Lapor dokter apabila terdapat tanda-tanda perburukan pernafasan
* Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah
* Kolaborasi dalam pemeriksaan surfaktan



Diagnosa Keperawatan 3 :
Resiko tinggi gangguan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit b/d ketidakmampuan ginjal mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

Tujuan :
Hidrasi baik

Kriteria:

* Turgor kulit elastik
* Tidak ada edema
* Produksi urin 1-2 cc/kgbb/jam
* Elektrolit darah dalam batas normal

Intervensi :

* Observasi turgor kulit.
* Catat intake dan output
* Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena dan elektrolit
* Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit darah.



Diagnosa Keperawatan 4 :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya persediaan zat besi, kalsium, metabolisme yang tinggi dan intake yang kurang adekuat

Tujuan :
Nutrisi adekuat

Kriteria :

* Berat badan naik 10-30 gram / hari
* Tidak ada edema
* Protein dan albumin darah dalam batas normal

Intervensi :

* Berikan ASI/PASI dengan metode yang tepat
* Observasi dan catat toleransi minum
* Timbang berat badan setiap hari
* Catat intake dan output
* Kolaborasi dalam pemberian total parenteral nutrition kalau perlu. 

Artritis Reumatoid

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Bisanya terdapat banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap penyakit.
I.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Artritis Reumatoid, dan sebagai bahan literatur bagi mahasiswa keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dan mahasiswa keperawatan dalam :
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala Artritis Reumatoid.
2. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada penderita Artritis Reumatoid.
3. Mencegah untuk tidak terjadinya komplikasi pada penderita Artritis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.
( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
( Arif Mansjour. 2001 )
2.2. INSIDEN
AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden antara usia 40 tahun dan 60 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih sering dari pada pria.
2.3. ETIOLOGI
AR adalah suatu penyakit otoimun yang timbul pada individu – individu yang rentang setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui. Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi Ig G semula. Antibodi ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit autoimun.
2.4. PATOFISIOLOGI
Faktor genetik, infeksi
Sasaran primer Sinovium
Sinovitis Proliferatif
Pelepasan kolagenesa & produksi lisozim o/ fagosit Pembengkakan, kekakuan pergelangan tangan & sendi jari tangan
Erosi sendi & periartikularis P’katan tekanan sendi distensi serta putusnya kapsula & ligamentum
Kista dan kolaps sendi Sublaksasi sendi MCP & p’kembangan penyimpangan ulna klasik sering timbul
Hiperekstensi / deformitas fleksi bisa b’kembang dlm sendi IP ibu jari tangan, sendi PIP jr tgn, sendi MCP & IP jr tgn
Tenosinovitis, jari tng pelatuk, rupture tendo & sindroma terowongan kaspal lazim di temukan

2.5. MANIFESTASI KLINIS
Ditetapkan dengan tahapan dan keparahan penyakit.
Nyeri sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurang berfungsi adalah gambaran klinis yang klasik.
Palpitasi persendian menunjukan jaringan spon atau boggi.
Seringkali dapat diaspirasi cairan dari sendi yang mengalami pembengkakan.

Pola karakteristik dari persendian yang terkena
Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Gambaran Ekstra-artikular
Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
Fenomena Raynaud.
Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.

2.6. EVALUASI DIAGNOSIS
Beberapa faktor yang menujang diagnosa AR: nodulus reumatoid, inflamasi sendi, temuan laboraturium.
Faktor reumatoid ( FR ) terdapat lebih dari 80% pada darah pasien.
jumlah sel darah merah dan komponen komplemen C4 menurun.

2.7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :
Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.
Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis, ulkus ), suara serak, sendi temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.
Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
Toraks. Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitral ). Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan ).
Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
Panggul dan lutut.
Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang reptur ) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda – tanda kompresi medulla spinalis.
Kaki.
Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya darah.

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama merupakan diagnosa klinis)
Tes serologik
(a) faktor rematoid – 70% pasien bersifat seronegatif.
Catatan: 100% dengan factor rematoid yang positif jika terdapat nodul atasindroma
Sjogren
(b) Antibodi antinukleus (AAN)- hasil yang positif terdapat pada kira-kira 20 kasus
2. Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat di te
mukan adalah:
(a) pembekakan jaringan lunak;
(b) penympitan rongga sendi;
(c) erosi sendi;
(d) osteoporosis juksta artikuler;


Untuk menilai aktivitas penyakit:
1. Erosi progresif pada foto sinar X serial.
2. LED. Ingat bahwa diagnosis banding dari LED yang meningkat pada artritis reumatoid meliputi :
(a) penyakit aktif ;
(b) amiloidosis ;
(c) infeksi ;
(d) sindroma Sjorgen ;
3. Anemia – berat ringannya anemia normakromik biasanya berkaitan dengan aktifitas.
4. Titer factor rematoid – makin tinggi titernya makin mungkin terdapat kelainan ekstra artikuler. Faktor ini terkait dengan aktifitas artritis.

2.9. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

2.10. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan, keseimbangan antara istirahat dan latihan, dan rujukan lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.
AR dini : penatalaksanaan pengobatan termasuk dosis terapeutik salisilat atau obat – obat antiinflamasi nonsteroid ( NSAIDS ); antimalaria emas, pensilamin, atau sulfasalazin, methotreksat; analgetik selama periode nyeri hebat.
AR sedang , erosit: program formal terapi okupasi dan terapi fisik.
AR persisten, erisif; pembedahan rekonstruksi dan kortikosteroid.
AR tahap lanjut yang tak pulih: preparat immunosupresif, seperti metotreksat, siklosfosfamid, dan azatioprin.
Pasien AR sering mengalami anoreksia, penurunan berat badan, dan anemia, sehingga membutuhkan pengkajian riwayat diit yang sangat cermat untuk mengidntifikasi kebiasaan makan dan makanan yang disukai. ( kortikosteroid dapat menstimulasi napsu makan dan menyebabkan penambahan berat badan ).

2.11. PROGNOSIS
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.

BAB III
PROSES KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan muskuloskletal dan tetapkan apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi hari, demam, atau anoraksia.
Kaji sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.
Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak , dan kemerahan pada sendi yang terkena.
Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot.
Fokuskan pada pengidentifikasi masalah dan faktor – faktor pasien.
Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalaksanaan diri.
Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping, penglaman masa lalu, persepsi dan ketakutan yang tidak diketahui.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi.
Kerusakan immobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan gerakan sendi.
Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan ketergantungan fisik dan psikologis dari penyakit kronis dan kehilangan kebebasan.
3.3. INTERVENSI
DX I :
Kaji tingkat nyeri
Ajarkan dan lakukan teknik – teknik penatalaksanan nyeri untuk penatalaksanaan jangka pendek segera ( misal gunakan kompres panas dan dingin, istirahat, dan analgesik ).
Ajarkan tentang penatalaksaan nyeri jangka panjang ( misal penggunaan obat – obat antiinflamasi, menetapkan regimen latihan untuk mempertahankan mobilitas sendi, dan teknik – teknik relaksasi ).
Berikan tindakan yang menghasilkan rasa nyaman ketika memberikan perawatan.
Buat pengharapan yang realitis sehingga pasien dan orang terdekat mengenali bahwa nyeri dapat dikontrol tergantung pada aktivitas penyakit.
DX II :
Hilangkan nyeri menetap dan kekakuan pada pagi hari untuk meningkatkan kemampuan mobilitas dan perawatan diri pasien.
Bantu dan ajarkan dan / atau latihan rentang gerak aktif setelah tindakan kompres panas.
Kembangkan dan ajarkan rencana program latihan setiap hari
Observasi toleransi pasien terhadap program latihan.
Dorong aktivitas perawatan diri dan kemandirian.
Pertahankan periode istirahat terencana.
Pertahankan lingkungan yang aman.
DX III :
Coba untuk memahami reaksi emosional pasien terhadap penyakit.
Beri semangat untuk melakukan komunikasi sehingga pasien dan keluarga dapat mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutannya yang berhubungan dengan penyakit.
Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk patuh terhadap program penatalaksanaan sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih positif.
Anjurkan mengungkapkan rasa takut dan ansietes terhadap proses penyakit.
Bantu pasien dalam memilih keterampilan.
Terima perubahan prilaku: menyangkal, ketidakberdayaan, ansietas, ketergantungan.
Bersikap suportif tetapi tegas dalam menyusun tujuan.
Tingkatkan perawatan diri dan libatkan dalam perencanaan perawatan.
Dorong kemandirian dan berikan penghargaan trhadap penyelesaian tugas.
Modivikasi lingkungan dan sediakan waktu untuk pasien mencapai tujuan.
Diskusikan perlunya pembatasan dan perubahan gaya hidup ; berikan empati dan pemahaman.

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Bisanya terdapat banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap penyakit.
I.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Artritis Reumatoid, dan sebagai bahan literatur bagi mahasiswa keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dan mahasiswa keperawatan dalam :
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala Artritis Reumatoid.
2. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada penderita Artritis Reumatoid.
3. Mencegah untuk tidak terjadinya komplikasi pada penderita Artritis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.
( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
( Arif Mansjour. 2001 )
2.2. INSIDEN
AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden antara usia 40 tahun dan 60 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih sering dari pada pria.
2.3. ETIOLOGI
AR adalah suatu penyakit otoimun yang timbul pada individu – individu yang rentang setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui. Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi Ig G semula. Antibodi ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit autoimun.
2.4. PATOFISIOLOGI
Faktor genetik, infeksi
Sasaran primer Sinovium
Sinovitis Proliferatif
Pelepasan kolagenesa & produksi lisozim o/ fagosit Pembengkakan, kekakuan pergelangan tangan & sendi jari tangan
Erosi sendi & periartikularis P’katan tekanan sendi distensi serta putusnya kapsula & ligamentum
Kista dan kolaps sendi Sublaksasi sendi MCP & p’kembangan penyimpangan ulna klasik sering timbul
Hiperekstensi / deformitas fleksi bisa b’kembang dlm sendi IP ibu jari tangan, sendi PIP jr tgn, sendi MCP & IP jr tgn
Tenosinovitis, jari tng pelatuk, rupture tendo & sindroma terowongan kaspal lazim di temukan

2.5. MANIFESTASI KLINIS
Ditetapkan dengan tahapan dan keparahan penyakit.
Nyeri sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurang berfungsi adalah gambaran klinis yang klasik.
Palpitasi persendian menunjukan jaringan spon atau boggi.
Seringkali dapat diaspirasi cairan dari sendi yang mengalami pembengkakan.

Pola karakteristik dari persendian yang terkena
Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Gambaran Ekstra-artikular
Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
Fenomena Raynaud.
Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.

2.6. EVALUASI DIAGNOSIS
Beberapa faktor yang menujang diagnosa AR: nodulus reumatoid, inflamasi sendi, temuan laboraturium.
Faktor reumatoid ( FR ) terdapat lebih dari 80% pada darah pasien.
jumlah sel darah merah dan komponen komplemen C4 menurun.

2.7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :
Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.
Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis, ulkus ), suara serak, sendi temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.
Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
Toraks. Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitral ). Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan ).
Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
Panggul dan lutut.
Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang reptur ) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda – tanda kompresi medulla spinalis.
Kaki.
Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya darah.

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama merupakan diagnosa klinis)
Tes serologik
(a) faktor rematoid – 70% pasien bersifat seronegatif.
Catatan: 100% dengan factor rematoid yang positif jika terdapat nodul atasindroma
Sjogren
(b) Antibodi antinukleus (AAN)- hasil yang positif terdapat pada kira-kira 20 kasus
2. Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat di te
mukan adalah:
(a) pembekakan jaringan lunak;
(b) penympitan rongga sendi;
(c) erosi sendi;
(d) osteoporosis juksta artikuler;


Untuk menilai aktivitas penyakit:
1. Erosi progresif pada foto sinar X serial.
2. LED. Ingat bahwa diagnosis banding dari LED yang meningkat pada artritis reumatoid meliputi :
(a) penyakit aktif ;
(b) amiloidosis ;
(c) infeksi ;
(d) sindroma Sjorgen ;
3. Anemia – berat ringannya anemia normakromik biasanya berkaitan dengan aktifitas.
4. Titer factor rematoid – makin tinggi titernya makin mungkin terdapat kelainan ekstra artikuler. Faktor ini terkait dengan aktifitas artritis.

2.9. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

2.10. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan, keseimbangan antara istirahat dan latihan, dan rujukan lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.
AR dini : penatalaksanaan pengobatan termasuk dosis terapeutik salisilat atau obat – obat antiinflamasi nonsteroid ( NSAIDS ); antimalaria emas, pensilamin, atau sulfasalazin, methotreksat; analgetik selama periode nyeri hebat.
AR sedang , erosit: program formal terapi okupasi dan terapi fisik.
AR persisten, erisif; pembedahan rekonstruksi dan kortikosteroid.
AR tahap lanjut yang tak pulih: preparat immunosupresif, seperti metotreksat, siklosfosfamid, dan azatioprin.
Pasien AR sering mengalami anoreksia, penurunan berat badan, dan anemia, sehingga membutuhkan pengkajian riwayat diit yang sangat cermat untuk mengidntifikasi kebiasaan makan dan makanan yang disukai. ( kortikosteroid dapat menstimulasi napsu makan dan menyebabkan penambahan berat badan ).

2.11. PROGNOSIS
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.

BAB III
PROSES KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan muskuloskletal dan tetapkan apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi hari, demam, atau anoraksia.
Kaji sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.
Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak , dan kemerahan pada sendi yang terkena.
Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot.
Fokuskan pada pengidentifikasi masalah dan faktor – faktor pasien.
Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalaksanaan diri.
Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping, penglaman masa lalu, persepsi dan ketakutan yang tidak diketahui.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi.
Kerusakan immobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan gerakan sendi.
Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan ketergantungan fisik dan psikologis dari penyakit kronis dan kehilangan kebebasan.
3.3. INTERVENSI
DX I :
Kaji tingkat nyeri
Ajarkan dan lakukan teknik – teknik penatalaksanan nyeri untuk penatalaksanaan jangka pendek segera ( misal gunakan kompres panas dan dingin, istirahat, dan analgesik ).
Ajarkan tentang penatalaksaan nyeri jangka panjang ( misal penggunaan obat – obat antiinflamasi, menetapkan regimen latihan untuk mempertahankan mobilitas sendi, dan teknik – teknik relaksasi ).
Berikan tindakan yang menghasilkan rasa nyaman ketika memberikan perawatan.
Buat pengharapan yang realitis sehingga pasien dan orang terdekat mengenali bahwa nyeri dapat dikontrol tergantung pada aktivitas penyakit.
DX II :
Hilangkan nyeri menetap dan kekakuan pada pagi hari untuk meningkatkan kemampuan mobilitas dan perawatan diri pasien.
Bantu dan ajarkan dan / atau latihan rentang gerak aktif setelah tindakan kompres panas.
Kembangkan dan ajarkan rencana program latihan setiap hari
Observasi toleransi pasien terhadap program latihan.
Dorong aktivitas perawatan diri dan kemandirian.
Pertahankan periode istirahat terencana.
Pertahankan lingkungan yang aman.
DX III :
Coba untuk memahami reaksi emosional pasien terhadap penyakit.
Beri semangat untuk melakukan komunikasi sehingga pasien dan keluarga dapat mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutannya yang berhubungan dengan penyakit.
Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk patuh terhadap program penatalaksanaan sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih positif.
Anjurkan mengungkapkan rasa takut dan ansietes terhadap proses penyakit.
Bantu pasien dalam memilih keterampilan.
Terima perubahan prilaku: menyangkal, ketidakberdayaan, ansietas, ketergantungan.
Bersikap suportif tetapi tegas dalam menyusun tujuan.
Tingkatkan perawatan diri dan libatkan dalam perencanaan perawatan.
Dorong kemandirian dan berikan penghargaan trhadap penyelesaian tugas.
Modivikasi lingkungan dan sediakan waktu untuk pasien mencapai tujuan.
Diskusikan perlunya pembatasan dan perubahan gaya hidup ; berikan empati dan pemahaman.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Artritis reumatoid merupakan kasus panjang yang sangat sering diujikan. Bisanya terdapat banyak tanda- tanda fisik. Diagnosa penyakit ini mudah ditegakkan. Tata laksananya sering merupakan masalah utama. Insiden pucak dari artritis reumatoid terjadi pada umur dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70% pasien ).
Artritis reumatoid diyakini sebagai respon imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial. Mungkin juga terdapat predisposisi terhadap penyakit.
I.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan penyakit Artritis Reumatoid, dan sebagai bahan literatur bagi mahasiswa keperawatan.
1.2.2. Tujuan Khusus
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat dan mahasiswa keperawatan dalam :
1. Mengidentifikasi tanda dan gejala Artritis Reumatoid.
2. Memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada penderita Artritis Reumatoid.
3. Mencegah untuk tidak terjadinya komplikasi pada penderita Artritis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGERTIAN
Artritis Reumatoid adalah penyakit autoimun sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya dikarekteristikan dengan reaksi inflamasi dalam membrane sinovial yang mengarah pada destruksi kartilago sendi dan deformitas lebih lanjut.
( Susan Martin Tucker.1998 )
Artritis Reumatoid ( AR ) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan.
( Diane C. Baughman. 2000 )
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
( Arif Mansjour. 2001 )
2.2. INSIDEN
AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden antara usia 40 tahun dan 60 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih sering dari pada pria.
2.3. ETIOLOGI
AR adalah suatu penyakit otoimun yang timbul pada individu – individu yang rentang setelah respon imun terhadap agen pencetus yang tidak diketahui. Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikro-organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan mikro-organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM atau IgG, terhadap antibodi Ig G semula. Antibodi ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor rematoid ( FR ). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan kronik dan destruksi jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap penyakit autoimun.
2.4. PATOFISIOLOGI
Faktor genetik, infeksi
Sasaran primer Sinovium
Sinovitis Proliferatif
Pelepasan kolagenesa & produksi lisozim o/ fagosit Pembengkakan, kekakuan pergelangan tangan & sendi jari tangan
Erosi sendi & periartikularis P’katan tekanan sendi distensi serta putusnya kapsula & ligamentum
Kista dan kolaps sendi Sublaksasi sendi MCP & p’kembangan penyimpangan ulna klasik sering timbul
Hiperekstensi / deformitas fleksi bisa b’kembang dlm sendi IP ibu jari tangan, sendi PIP jr tgn, sendi MCP & IP jr tgn
Tenosinovitis, jari tng pelatuk, rupture tendo & sindroma terowongan kaspal lazim di temukan

2.5. MANIFESTASI KLINIS
Ditetapkan dengan tahapan dan keparahan penyakit.
Nyeri sendi, bengkak, hangat, eritema, dan kurang berfungsi adalah gambaran klinis yang klasik.
Palpitasi persendian menunjukan jaringan spon atau boggi.
Seringkali dapat diaspirasi cairan dari sendi yang mengalami pembengkakan.

Pola karakteristik dari persendian yang terkena
Mulai pada persendian kecil ditangan, pergelangan , dan kaki.
Secara progresif menenai persendian, lutut, bahu, pinggul, siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular.
Awitan biasnya akut, bilateral, dan simetris.
Persendian dapat teraba hangat, bengkak, dan nyeri ; kaku pada pagi hari berlangsung selama lebih dari 30 menit.
Deformitasi tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Gambaran Ekstra-artikular
Demam, penurunan berat badan, keletihan, anemia
Fenomena Raynaud.
Nodulus rheumatoid, tidak nyeri tekan dan dapat bergerak bebas, di temukan pada jaringan subkutan di atas tonjolan tulang.

2.6. EVALUASI DIAGNOSIS
Beberapa faktor yang menujang diagnosa AR: nodulus reumatoid, inflamasi sendi, temuan laboraturium.
Faktor reumatoid ( FR ) terdapat lebih dari 80% pada darah pasien.
jumlah sel darah merah dan komponen komplemen C4 menurun.

2.7. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum yang lengkap penting di lakukan. Disamping menilai adanya sinovasi pada setiap sendi, perhatian juga hal –hal berikut ini :
Keadaan umum – komplikasi steroid, berat badan.
Tangan – meliputi vaskulitasi dan fungsi tangan.
Lengan – siku dan sendi bahu, nodul rematoid dan pembesaran kelenjar limfe aksila.
Wajah. Periksa mata untuk sindroma Sjorgen, skleritis, episkleritis, skleromalasia perforans, katarak, anemia dan tanda – tanda hiperviskositas pada fundus. Kelenjar parotis membesar ( sinroma Sjogren ). Mulut ( kering, karies dentis, ulkus ), suara serak, sendi temporomandibula ( krepitus ). Catatan : artritis rematoid tidak menyebabkan iritasi.
Leher – adanya tanda – tanda terkenanya tulang servikal.
Toraks. Jantung ( adanya perikarditis, defek konduksi, inkompetensi katup aorta dan mitral ). Paru – paru ( adanya efusi pleural, fibrosis, nodul infark, sindroma Caplan ).
Abdomen – adanya splenomegali dan nyeri tekan apigastrik.
Panggul dan lutut.
Tungkai bawah – adanya ulkus, pembengkakan betis ( kista Baker yang reptur ) neuropati, mononeuritis multipleks dan tanda – tanda kompresi medulla spinalis.
Kaki.
Urinalisis untuk protein dan darah, serta pemeriksaan rektum untuk menentukan adanya darah.

2.8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menyokong diagnosa (ingat bahwa ini terutama merupakan diagnosa klinis)
Tes serologik
(a) faktor rematoid – 70% pasien bersifat seronegatif.
Catatan: 100% dengan factor rematoid yang positif jika terdapat nodul atasindroma
Sjogren
(b) Antibodi antinukleus (AAN)- hasil yang positif terdapat pada kira-kira 20 kasus
2. Foto sinar X pada sendi-sendi yang terkena. Perubahan-perubahan yang dapat di te
mukan adalah:
(a) pembekakan jaringan lunak;
(b) penympitan rongga sendi;
(c) erosi sendi;
(d) osteoporosis juksta artikuler;


Untuk menilai aktivitas penyakit:
1. Erosi progresif pada foto sinar X serial.
2. LED. Ingat bahwa diagnosis banding dari LED yang meningkat pada artritis reumatoid meliputi :
(a) penyakit aktif ;
(b) amiloidosis ;
(c) infeksi ;
(d) sindroma Sjorgen ;
3. Anemia – berat ringannya anemia normakromik biasanya berkaitan dengan aktifitas.
4. Titer factor rematoid – makin tinggi titernya makin mungkin terdapat kelainan ekstra artikuler. Faktor ini terkait dengan aktifitas artritis.

2.9. KOMPLIKASI
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komlikasi utama penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit ( disease modifying antirhematoid drugs, DMARD ) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada arthritis reumatoid.
Komlikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.

2.10. PENATALAKSANAAN
Tujuan dari penatalaksanaan termasuk penyuluhan, keseimbangan antara istirahat dan latihan, dan rujukan lembaga di komunitas untuk mendapatkan dukungan.
AR dini : penatalaksanaan pengobatan termasuk dosis terapeutik salisilat atau obat – obat antiinflamasi nonsteroid ( NSAIDS ); antimalaria emas, pensilamin, atau sulfasalazin, methotreksat; analgetik selama periode nyeri hebat.
AR sedang , erosit: program formal terapi okupasi dan terapi fisik.
AR persisten, erisif; pembedahan rekonstruksi dan kortikosteroid.
AR tahap lanjut yang tak pulih: preparat immunosupresif, seperti metotreksat, siklosfosfamid, dan azatioprin.
Pasien AR sering mengalami anoreksia, penurunan berat badan, dan anemia, sehingga membutuhkan pengkajian riwayat diit yang sangat cermat untuk mengidntifikasi kebiasaan makan dan makanan yang disukai. ( kortikosteroid dapat menstimulasi napsu makan dan menyebabkan penambahan berat badan ).

2.11. PROGNOSIS
Perjalanan penyakit artritis reumatoid sangat bervariasi, bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50 – 70% pasien artritis reumatoid akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumya meninggi 10 – 15 tahun lebih cepat dari pada orang tanpa arthritis rheumatoid. Penyebab kematiannya adalah infeksi, penyakit jantung, gagal pernapasan, gagal ginjal, dan penyakit saluran cerna. Umumnya mereka memiliki keadaan umum yang buruk, lebih dari 30 buah sendi yang mengalami peradangan, dengan manifestasi ekstraartikuler, dan tingkat pendidikan yang rendah. Golongan ini memerlukan terapi secara agresif dan dini karena kerusakan tulang yang luas dapat terjadi dalam 2 tahun pertama.

BAB III
PROSES KEPERAWATAN
3.1. PENGKAJIAN
Kaji citra diri pasien yang berhubungan dengan perubahan muskuloskletal dan tetapkan apakah pasien mengalami keletihan yang tidak lazim, kelemahan umum, nyeri, kaku pada pagi hari, demam, atau anoraksia.
Kaji sistem kardiovaskular, pulmonal, dan renal.
Kaji persendian dengan pengamatan, palpasi, penyelidikan adanya nyeri tekan, bengkak , dan kemerahan pada sendi yang terkena.
Kaji mobilitas sendi, batasan gerak, dan kekuatan otot.
Fokuskan pada pengidentifikasi masalah dan faktor – faktor pasien.
Kaji kepatuhan terhadap pengobatan dan penatalaksanaan diri.
Kumpulan informasi mengenai pemahaman pasien, motivasi, pengetahuan, kemampuan koping, penglaman masa lalu, persepsi dan ketakutan yang tidak diketahui.

3.2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, kerusakan jaringan, dan immobilitas sendi.
Kerusakan immobilitas fisik yang berhubungan dengan keterbatasan gerakan sendi.
Gangguan konsep diri yang berhubungan dengan ketergantungan fisik dan psikologis dari penyakit kronis dan kehilangan kebebasan.
3.3. INTERVENSI
DX I :
Kaji tingkat nyeri
Ajarkan dan lakukan teknik – teknik penatalaksanan nyeri untuk penatalaksanaan jangka pendek segera ( misal gunakan kompres panas dan dingin, istirahat, dan analgesik ).
Ajarkan tentang penatalaksaan nyeri jangka panjang ( misal penggunaan obat – obat antiinflamasi, menetapkan regimen latihan untuk mempertahankan mobilitas sendi, dan teknik – teknik relaksasi ).
Berikan tindakan yang menghasilkan rasa nyaman ketika memberikan perawatan.
Buat pengharapan yang realitis sehingga pasien dan orang terdekat mengenali bahwa nyeri dapat dikontrol tergantung pada aktivitas penyakit.
DX II :
Hilangkan nyeri menetap dan kekakuan pada pagi hari untuk meningkatkan kemampuan mobilitas dan perawatan diri pasien.
Bantu dan ajarkan dan / atau latihan rentang gerak aktif setelah tindakan kompres panas.
Kembangkan dan ajarkan rencana program latihan setiap hari
Observasi toleransi pasien terhadap program latihan.
Dorong aktivitas perawatan diri dan kemandirian.
Pertahankan periode istirahat terencana.
Pertahankan lingkungan yang aman.
DX III :
Coba untuk memahami reaksi emosional pasien terhadap penyakit.
Beri semangat untuk melakukan komunikasi sehingga pasien dan keluarga dapat mengungkapkan perasaan, persepsi, dan ketakutannya yang berhubungan dengan penyakit.
Beri dorongan pada pasien dan keluarga untuk patuh terhadap program penatalaksanaan sehingga memungkinkan untuk mencapai hasil yang lebih positif.
Anjurkan mengungkapkan rasa takut dan ansietes terhadap proses penyakit.
Bantu pasien dalam memilih keterampilan.
Terima perubahan prilaku: menyangkal, ketidakberdayaan, ansietas, ketergantungan.
Bersikap suportif tetapi tegas dalam menyusun tujuan.
Tingkatkan perawatan diri dan libatkan dalam perencanaan perawatan.
Dorong kemandirian dan berikan penghargaan trhadap penyelesaian tugas.
Modivikasi lingkungan dan sediakan waktu untuk pasien mencapai tujuan.
Diskusikan perlunya pembatasan dan perubahan gaya hidup ; berikan empati dan pemahaman.


Jumat, 10 April 2009

varicela

¬¬¬¬¬VARISELA

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken – pox.
Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.

2. Etiologi
Virus Varicella Zoster, termasuk Famili Herpes Virus.

3. Patofisiologi
Menyebar Hematogen.
Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster.
Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas.
Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh melalui kelenjar getah bening.
Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.

4. Sign / Symtoms
- Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.
- Pusing.
- Demam dan kadang – kadang diiringi batuk.
- Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena terbakar).
- Terakhir menjadi benjolan – benjolan kecil berisi cairan.
Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.
Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit), papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan abses.

5. Komplikasi
Komplikasi Tersering secara umum :
a. Pnemonia
b. Kelainan ginjal.
c. Ensefalitis.
d. Meningitis.
Komplikasi yang langka :
a. Radang sumsum tulang.
b. Kegagalan hati.
c. Hepatitis.
d. Sindrom Reye.
Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit, sedangkan pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang pari-paru atau pnemonia 10 – 25 lebih tinggi dari pada anak-anak..

6. Treatment
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.

• Umum
1. Isolasi untuk mencegah penularan.
2. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
5. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
- Jangan menggaruk vesikel.
- Kuku jangan dibiarkan panjang.
- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit, jangan digosok.
Farmakoterapi
1. Antivirus dan Asiklovir
Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh.
2. Antipiretik dan untuk menurunkan demam
- Parasetamol atau ibuprofen.
- Jangan berikan aspirin pda anak anda, pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu Syndrom Reye.
3. Salep antibiotika = untuk mengobati ruam yang terinfeksi.
4. Antibiotika = bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit.
5. Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).
Pencegahan :
1. Hindari kontak dengan penderita.
2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella Zoster
- Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan0 terjadinya cacar air. Bila diberikan dalam waktu maksimal 96 jam sesudah terpapar.
- Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar iar beberapa saat sebelum atau sesudah melahirkan.


B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data subjektif : pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
Data Objektif :
a. Integumen : kulit hangat, pucat.
 adanya bintik-bintik kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih.
b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c. Psikologis : menarik diri.
d. GI : anoreksia.
e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.

3. Intervensi
1) Diagnosa 1
a. Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.
b. Intervensi
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dnegan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
- Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama perawatan kulit.
Rasional : mencegah masuknya organisme infeksius.
- Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.
 Rasional : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
- Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.
Rasional : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
- Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
 Rasional : meningkatkan penyembuhan.
- Awasi tanda vital
 Rasional : Indikator terjadinya infeksi.

2) Diagnosa 2
a. Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi jaringan.
b. Intervensi
- Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional : mengetahui keadaan integritas kulit.
- Berikan perawatan kulit
Rasional : menghindari gangguan integritas kulit.


3) Diagnosa 3
a. Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan.
b. Intervensi
- Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
- Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
Rasional : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan.

4) Diagnosa 4
a. Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
b. Intervensi
- Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
 Rasional : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.
- Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
 Rasional : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.

5) Diagnosa 5
a. Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan.
b. Intervensi
- Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.
 Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan kemandirian.

4. Implementasi
1) Diagnosa 1
a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka.
c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).
f. Mengawasi tanda vital.

2) Diagnosa 2
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit.

3). Diagnosa 3
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.

4) Diagnosa 4
a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.

5) Diagnosa 5
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.

5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam intervensi.


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

Tarwoto dan Wartonah. (2000). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.
Varisela . http://www.aventispasteur.co.id/news.asp?id7
Varisela Klinikku. http://www.klinikku.com/pustaka/medis/integ/varisela-klinis.html
Cacar Air. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk_php?id=&iddtl

varicela

¬¬¬¬¬VARISELA

A. KONSEP MEDIS

1. Definisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken – pox.
Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.

2. Etiologi
Virus Varicella Zoster, termasuk Famili Herpes Virus.

3. Patofisiologi
Menyebar Hematogen.
Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster.
Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas.
Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh melalui kelenjar getah bening.
Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.

4. Sign / Symtoms
- Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.
- Pusing.
- Demam dan kadang – kadang diiringi batuk.
- Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena terbakar).
- Terakhir menjadi benjolan – benjolan kecil berisi cairan.
Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.
Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit), papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan abses.

5. Komplikasi
Komplikasi Tersering secara umum :
a. Pnemonia
b. Kelainan ginjal.
c. Ensefalitis.
d. Meningitis.
Komplikasi yang langka :
a. Radang sumsum tulang.
b. Kegagalan hati.
c. Hepatitis.
d. Sindrom Reye.
Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit, sedangkan pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang pari-paru atau pnemonia 10 – 25 lebih tinggi dari pada anak-anak..

6. Treatment
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.

• Umum
1. Isolasi untuk mencegah penularan.
2. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
5. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
- Jangan menggaruk vesikel.
- Kuku jangan dibiarkan panjang.
- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit, jangan digosok.
Farmakoterapi
1. Antivirus dan Asiklovir
Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh.
2. Antipiretik dan untuk menurunkan demam
- Parasetamol atau ibuprofen.
- Jangan berikan aspirin pda anak anda, pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu Syndrom Reye.
3. Salep antibiotika = untuk mengobati ruam yang terinfeksi.
4. Antibiotika = bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit.
5. Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).
Pencegahan :
1. Hindari kontak dengan penderita.
2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella Zoster
- Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan0 terjadinya cacar air. Bila diberikan dalam waktu maksimal 96 jam sesudah terpapar.
- Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar iar beberapa saat sebelum atau sesudah melahirkan.


B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data subjektif : pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
Data Objektif :
a. Integumen : kulit hangat, pucat.
 adanya bintik-bintik kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih.
b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c. Psikologis : menarik diri.
d. GI : anoreksia.
e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.

3. Intervensi
1) Diagnosa 1
a. Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.
b. Intervensi
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dnegan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
- Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama perawatan kulit.
Rasional : mencegah masuknya organisme infeksius.
- Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.
 Rasional : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
- Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.
Rasional : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
- Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
 Rasional : meningkatkan penyembuhan.
- Awasi tanda vital
 Rasional : Indikator terjadinya infeksi.

2) Diagnosa 2
a. Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi jaringan.
b. Intervensi
- Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional : mengetahui keadaan integritas kulit.
- Berikan perawatan kulit
Rasional : menghindari gangguan integritas kulit.


3) Diagnosa 3
a. Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan.
b. Intervensi
- Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
- Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
Rasional : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan.

4) Diagnosa 4
a. Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
b. Intervensi
- Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
 Rasional : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.
- Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
 Rasional : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.

5) Diagnosa 5
a. Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan.
b. Intervensi
- Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.
 Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan kemandirian.

4. Implementasi
1) Diagnosa 1
a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka.
c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).
f. Mengawasi tanda vital.

2) Diagnosa 2
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit.

3). Diagnosa 3
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.

4) Diagnosa 4
a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.

5) Diagnosa 5
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.

5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam intervensi.


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn. E,.(1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.EGC : Jakarta.

Tarwoto dan Wartonah. (2000). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.
Varisela . http://www.aventispasteur.co.id/news.asp?id7
Varisela Klinikku. http://www.klinikku.com/pustaka/medis/integ/varisela-klinis.html
Cacar Air. http://www.medicastore.com/med/detail_pyk_php?id=&iddtl

askep nasofaring

KONSEP DASAR
CA. NASOFARING
A. DEFINISI
Ca Nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring dengan predileksi difossa Rossenmuler dan atap nasofaring
(Arif Mansjoer.1990.110)
Ca nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak ditemukan diIndonesia,yang diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus paranasal (18%),laring (16%) dan tumor ganas hidung mulut,tonsil,hiofaring dalam presentase rendah.
(Efianti A.Soepardi;2001,146)

B. ETIOLOGI
1. Kebiasaan makan
2. Lingkungan
3. Vrus Epstein-Barr
4. Geografis
5. Rasial
6. Jenis Kelamin
7. Genetik
8. Pekerjaan
9. Kebiasaan hidup
10. Kebudayaan
11. Sosial Ekonomi
12. Infeksi Kuman
(Efianty A.Soepardi;2001.146-147)

C. TANDA DAN GEJALA
Dibagi menjadi 4:
1. Gejala nasofaring,berupa:
- Epitaksis ringan
- Pilek atau sumbatan hidung
2. Gejala telinga,berupa:
- Tinitus
- Rasa tidak nyaman
- Nyeri ditelinga
3. Gejala saraf berupa
- Gangguan saraf otak,seperti
 Diplopia
 Parestesia trigeminal
 Paalisis arkus faring
 Kelumpuhan to bahu
 Sering tersedak
4. Gejala dileher
- Berjalan dileher
( Arif Mansjoer;1990.110)

D. PATHWAY
Terlampir
E. STADIUN CA NASOFARING
Untuk penentuan stadium dipakai system TNrG menurut UICC (1992)
T : Tumor Primer
To : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan lain-lain)
T2 : Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas didalam rongga
  Nasofaring
T3 : Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (kerongga hidung Tu orofaring dsb)
T4 : Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau mengenai
  saraf-saraf otak
Tx : Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap

N : Pembesaran kelenjar getah bening regional
No: Tidak ada pembesaran
N1: Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat digerakkan
N2: Terdapat pembesaran kontrarateral/bilateral dan masih dapat digerakkan
N3: Terdapat pembesaran baik homolateral,kontralateral walaupun bilateral yang sudah
  melekat pada jaringan sekitar

M : Metastasis jauh
Mo: Tidak ada metastasis jauh
M1: Terdapat metastasis jauh

Stadium 1 :
T1 dan No dan No
Stadium 2 :
T2 dan No dan Mo
Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan Mo
Atau
T3 dan No dan Mo
Stadium IV :
T4 dan No/N1 dan Mo
Atau
T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo
Atau
T1/T2/T3/T4 dan No/N1/N2/N3 dan M1
 (Efianty A.Soepardi;2001.149)

F. PEMERIKAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan CT-Scan
Daerah kepala dan leher,sehingga pada tumor primer yang tersembunyi tidak akan selalu sulit ditemukan
2. Pemeriksaan Serologi IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B
Sensitivitas IgA VCA adalah 97,5 % dan spesifikasi 91,8% dengan fifer berkisar antara 10-1280 dengan terbanyak fifer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30%,sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
3. Biopsi,dapat dilakukan dengan 2 cara:
a. Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya
b. Biopsi melalui mulut
(Efianty A.Soepardi;2001.146-147)

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan utama adalah radioterapi. Sebagai tambahan dapat dilakukan diseksi leher, pemberian tetrasiklin,factor transfer.interferon,kemoterapi,seroferapi,vaksin dan anti virus. Sebagai terapi acuan terbaik adalah kemoterapi dengan kombinasi sis-platinum sebagai inti. Diseksi leher radikal dilakukan bila benjolan dileher tidak menghilang dengan radiasi atau timbul kembali dengan syarat tumor induknya hilang.
(Arif Mansjoer;1990,110)

H. PERAWATAN PALIATIF
Perhatian pertama harus diberikan pda pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebabkan oleh kerusakan liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Pasien dianjrkan untuk makan banyak kuah,membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mngunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut,karena jamur,rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran,sakit kepala,kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah/rasa mual. Pasca pengobatan dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan ketulang,paru,hati,dan otak.

I. PENCEGAHAN
 Vaksinasi
 Migrasi penduduk
 Mengubah kebiasaan hidup yang salah
 Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat
 Meningkatkan social ekonomi
 Melakukan tes serologi IgA anti EA secara masal →dimasa yang akan dating
 Berbagai hal yang berkaitan dengan factor penyebab
(Efianty A.Soepardi;2001.150)














fOKUS PENGKAJIAN
1. Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Kelemahan dan keletihan
- Perubahan pola istirhat dan jam kebiassan tidur malam hari,adanya factor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya:nyeri,ansietas,berkeringat pada mlam hari.
- Pekerjaan/profesi dengan pemajanan konsinogen lingkungan,tingkat stress tinggi.

2. Sirkulasi
Gejala : Palpitasi,nyeri dada,pada penyerahan kerja
Kebiasaan : Perubahan TD

3. Integritas Ego
Gejala :
 Faktor stress (keuangan,pekerjaan,perubahan peran) dan cara mengatasi stress (missal:merokok,minum alcohol,menunda mencari pengobatan,keyakinan/religious/ spiritual)
 Masalah perubahan dalam penampilan
 Menyangkal diagnosis,perasaan tak berdaya,putus asa,tidak mampu,tak bermakna,rasa bersalah,kehilangan control,depresi.
Tanda : Menyangkal,menarik diri,marah

4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pada defekasi konstipsi/diare,perubahan eliminasi urin,perubahan bising
  usus,distensi abdomen.
Tanda : Perubahan pada kelembapan/turgor kulit,edema

5. Neurosensori
Gejala : sakit kepala,tuli,juling,eksoftalmus

6. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Rasa tidak nyaman ditelinga sampai rasa nyeri telinga (atalgia),rasa kaku didaerah
  leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaan

7. Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau,mariyuana,hidup dengan seseorang yang merokok)

8. Keamanan
Gejala :
- Pemajanan ada kimia toksik,karsinogen
- Pemajanan matahari lama/berlebihan
Tanda :
- Demam
- Ruam kulit,ulserasi

9. Seksualitas
Gejala : Masalah seksualitas,missal : dampak hubungan pada tingkat kepuasan


10. Interaksi
Gejala :
- Ketidak adekuatan/kelemahan system pendukung
- Riwayat perkawinan (berkenan dengan kepuasan dirumah,dukungan/bantuan)
- Masalah tentang fungsi/tanggung jawab peran

11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga
Missal : Ibu/bibi dengan kanker payudara
Penyakit Metastasis : Sisi tambahan yang terlibat,bila tidak ada riwayat alamiah dari primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastasis
Riwayat Pengobatan : Pengobatan sebelumnya untuk tempat kanker dan penbobatan yang diberikan


DIAGNOSA KEPERAWATAN dan INTERVENSI
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf
Tujuan : Rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria Hasil: Mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri
Intervensi :
- Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi,frekuensi,durasi
- Dorong penggunaan ketrampilan managemen nyeri
- Evaluasi penghilangan nyeri atau control
- Kolaborasi Analgetik (morfin,metadon,atau campuran narkotik)

2. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan status organ sekunder metastase tumor
Tujuan : Mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori persepsi
Kriteria hasil: Mengenal gangguan dan berkompetensi terhadap perubahan
Intervensi :
- Tentukan ketajaman penglihatan
- Orientasikan pasien terhadap perubahan
- Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi
- Perhatikan tentang suram/penglihatan kabur
- Bicara dengan gerak mulut yang jelas
- Bicara pada sisi telinga yang sehat

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d konsekuensi kemoterapi
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan BB stabil,penambahan berat badan progresif kearah tujuan dengan normalisasi nilai laboratorium
- Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat
- Menunjukan tugor kulit normal dan membrane mukosa yang lembab
- Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
Intervensi :
- Pantau masukan makanan setiap hari
- Dorong pasien untuk akan diet tinggi kalori kaya nutrient dengan masukan cairan adekuat
- Control factor lingkungan (mis:bau kuat/tidak sedap/kebisingan). Hindari terlalu makanan manis berlemak/makanan pedas
- Dorong penggunaan tekhnik relaksasi,visualisasi,latihan sedang sebelum makan
- Identifikasi pasien yang mengalami mual/muntah yang diantisipasi
- Dorong komunikasi terbuka masalah anoreksia
- Evaluasi keefektifan antimetik
- Berikan antiemietrik,sedative,dan kortikostirod yang diresepkan

4. Resiko tinggi perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan efek samping agen kemoterapi radiasi
Tujuan : tidak terganggu pada membrane mukosa
Kriteria hasil :
- Menunjukkan mukosa oral yang berih dan utuh
- Tidak menujukkan adanya infeksi pada rongga mulut
- Melaporkan tidak adanya nyeri,kesulitan menelan,dan dehidrasi
Intervensi :
- Kaji kesehatan gigi dan hygiene oral pada penerimaan dan secara periodic
- Dorong masukkan nutrisi sesuai toleransi individu
- Pantau dan jelaskan tanda-tanda pasien tentang superinfeksi oral
- Instruksikan mengenai perubahan diet,missal : hindari makanan panas atau pedas,anjurkan penggunaan sedotan,mencerna makanan lembut atau diblender

5. Resti kekurangan integritas kulit b/d penurunan imun efek radiasi kemoterapi
Tujuan : Integritas kulit tetap terjaga

Kriteria hasil :
- Menunjukkan perubahan yang minimal pada kulit dan menghindari trama pada area kulit yang sakit
Intervensi :
- Kaji kulit dengan sering terhadap efek samping kanker
- Mandikan dengan menggunakan air hangat dan sabun ringan
- Hindari menggosok atau menggaruk area
- Anjurkan pasien untuk menghindari krim kulit apapun,bedak,salep,apapun kecuali diijinkan dokter
- Hindari pakaian yang ketat pada area tersebut
- Oleskan Vit.A dan D pada daerah tersebut
- Tinjau ulang efek samping dermatologis yang dicurigai pada kemoterapi

6. Resiko tinggi perubahan membrane mukosa oral b/d efek samping dengan kemoterapi radiasi
Tujuan : Tidak terjadi gangguan membrane mukosa
Kriteria hasil :
- Menunjukkan mukosa oral yang bersih dan utuh
- Tidak menunjukkan adanya ulserasi atau infeksi pada rongga mulut
- Melaporkan tidak adanya nyeri,kesulitan menelan dan dehidrasi
Intervensi :
- Kaji kesehatan gigi dan hygiene oral secara periodic
- Kaji rongga mulut tiap hari,perhatikan perubahan pada integritas membrane mukosa oral
- Instruksikan mengenai perubahan diet misalnya hindari makanan panas atau pedas. Anjurkan pengunaan sedotan. Mencerna makanan lembut atau diblender
- Pantau dan jelaskan tanda-tanda tentang superinteraksi oral
- Mulai program higene oral:gunakan pencuci mulut dari salin hangat larutan pelarut dari hydrogen peroksida,sikat dengan sikat gigi/benang gigi,pertahankan bibir lembab dengan pelumas bibir.

7. Gangguan harga diri b/d efek samping radioterapi,kehilangan rambut
Tujuan : Gangguan harga diri teratasi
Kriteria hasil :
- Mengungkapkan perubahan gaya hidup tentang perasaan tidak berdaya,putus asa
Intervensi :
- Tinjau ulang efek samping yang diantisipasi berkenaan dengan pengobatan tertentu
- Dorong diskusi tentang/pecahkan masalah tentang efek kanker
- Akui kesulitan yang mungkin dialami
- Evaluasi struktur pendukung yang ada dan digunakan oleh pasien/orang terdekat
- Beri dukungan emosi untuk pasien/orang terdekat selama tes diagnostic dan fase pengobatan
- gunakan sentuhan selama interaksi

8. Konstipasi/diare b/d iritasi mukosa GI sekunder kemoterapi
Tujuan : Gangguan defekasi tidak terjadi
Kriteria Hasil :
- Mempertahankan konsistensi atau defekasi umum
Intervensi :
- Kaji bising usus,gerakan usus termasuk frekuensi,konsistensi
- Pantau,masukan dan keluaran serta BB
- Dorong masukan cairan adekuat,peingkatan serta diet latihan
- Pastikan diet yang tepat : hindai makanan tinggi lemak,makanan serat tinggi,kafein tinggi
- Periksa infeksi bila tidak defekasi selama 3 hari atau distensi abdomen
- Berikan cairan IV,agen antidiare,Laksatif

9. Resiko terhadap perdarahan b/d system hematopoetil
Tujuan : Perdarahan dapat teratasi
Criteria Hasil :
- Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
- Tidak menunjukkan adanya darah feses
- Tidak menunjukkan perdarahan gusi
Intervensi :
- Kaji terhadap potensial perdarahan:pantau jumlah trombosit
- Kaji terhadap perdarahan:petekhie,penurunan Hb Ht,perdarahan dari orifisium tubuh
- Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan:gunakan sikat gigi halus. Hindari cairan pembilas mulut komersial,hindari makanan yang sulit dikunyah
- Lakukan tindakan meminimalkan perdarahan,hindari mengukur suhu rectal,hindari suntikan IM,lembabkan bibir dengan petrolatum,mempertahankan masukan cairan
- Gunakan pelunak feses atau tingkatkan serat dalam diet.